Mengenai Saya

Hallo Modern Darlings, selamat datang di Weblog gue. Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Selamat menikmati aneka berita, foto, musik dan segalanya tentang the upstairs di sini. Self-serviced. Anggap saja rumah kalian sendiri, okay...

Sabtu, 01 November 2008

gue coba catat lima nama ini: Jimi Multhazam (vokal), Kubil Idris (gitar), Beni Adhiantoro (drum), Alfi Chaniago (bass), Dian Maryana (backing vokal) dan Elta Emanuella (keyboardist). Ke enam orang ini mbikin gue kebahak-bahak sewaktu pertama kali ndenger lagu “Disko Darurat” di radio. Sebuah lagu yang … norak, culun, tapi waw untuk udara jaman sekarang, ini lagu keren men. Keren dalam arti mereka cukup nekad untuk mengusung gaya disko jaman celana jeans ketat dan kemeja warna-warni. Memang sebelumnya sudah ada Naif yang nggak kalah norak. Atau, Club Eighties yang terlalu pasang tampang cakep melulu. The Upstairs, nama band ini, lebih suka ngajak kita berdisko beneran biarpun darurat cuma dengan kelap kelip lampu ala tujuh belasan atau mixer second hand. Ya, semangat indie macam begini (meski sekarang sudah parap kontrak dengan label besar) perlu terus disemangati karena kesegaran, keunikan dan tentu saja kenekadannya.

Nekad? Ah, itu khan kata orang yang gampang kagetan. Menurut gue, The Upstairs cukup cerdas menemukan formula “norak”: beat disko 80-an + melodi simple sedikit “ndesit” + gebrukan drum yang nggak kalah norak + lirik menggelikan dan tentu saja vokal yang unik tapi cukup strong. Soal lain-lain, seperti baju kuning, merah, garis-garis, potongan rambut atau gaya dansa itu tuntutan industri saja. Ya, dari The Upstairs, gue belajar bahwa norak berarti pintar.

Daftar Lagu

Terekam (Tak Pernah Mati). Dibuka dengan melodi yang enteng dan lucu-lucuan, lalu digebrak dengan drum yang cukup berisik. Yeah, The Upstairs nggak mau lama-lama membuat kita menunggu. Langsung disko jack! Yang paling asyik di lagu ini adalah cara menyanyi sang vokalis. Coba dengar, lagu yang penuh suara drum berisik dan tit tut tit tut keyboard ternyata divokali dengan suara rendah. Buat gue itu unik dan comfort. Ini lagu keren…

Disko Darurat. Ini disko beneran yang norak. Bedanya gebrukan drumsnya mbikin kuping pekak. Kalau memang mau santai, lagu ini enak buat berdisko. Nah, kalau sudah berdisko, jangan lupa… disko yang satu ini paling sedap kalau dibuat.

Matraman. Hahahaha… gue nggak habis ketawa ndenger cara si Jimi nyanyi. gue harus akui gue salut sama keberanian band ini nabrak pakem-pakem apresiasi. Ini lagu sebenarnya cukup romantis (coba ndenger cara Elta memainkan keyboard), namun karena Jimi rada gelo maka terdengarlah sebuah lagu nekad.

Hanya Aku, Musik Dan Lantai. Hura-hura. Masih dengan beat yang meriah dan hura-hura. Tapi, tetap dengan hura-hura. Backing vokalnya, siapa? Dian? Ya, ternyata cewek ini nggak kalah unik.

Energy. Ok, sampai lagu ke lima ini gue sudah mulai trrtarok dengan gaya gebrukan drumnya Beni yang berisik dan pekak. dengan banyak variasi dan mengandalkan power. Nomor ini tidak lagi sangat mengejutkan.

Frustasi. Ya, gue bis frustasi kalu gw ga nyimak lagu ini dengan beat yang mereka mainkan. Masih tetep ngedisko. Tapi speednya mbikin heboh.. kalu jimi udah mulai panas, dia pasti bakalan loncat sana loncat sini dan bisa tak terkendali. Untung ada Kubil, Elta dan Alif yang bisa menenangkan jimi hehehehe........

Cosmic G-Spot. Kubil coba bervariasi di petikan gitarnya. Jimi tetap berusaha aneh dengan tereak-tereakannya. Sepertinya Jimi perlu cari angin segar. Sekali-sekali menyanyi dengan cara nyaman khan nggak dilarang di dunia indie.

Digital Video Festival. Hmm, kebandelan The Upstair sedikit hilang di nomor ini. Musiknya jadi teratur. Ini nomor yang permainan musisinya paling alim. Kemana spontanitasnya? Untung ada Beni yang masih tetep nggak bisa dibilangin.

Gadis Gangster. Nah, gitu dong. gue nemukan lagi keatraktifan The Upstairs di nomor ini. Hahaha, ini nomor yang cukup asyik buat kuping gue.

Satelit. Wow, beatnya turun. Nomor ini baiknya ditaruh di list ke enam atau tujuh. Nomor yang nggak ngedisko. Kali ini The Upstairs memainkan gaya new wave yang lumayan buat relaxing.

Dansa Akhir Pekan. Nomor yang ringan, cukup manis, nggak bandel. Bukan disko, tapi masih 80-an, era yang penuh riang-riang, dan lagu ini emang dibuat untuk gue, enam hari berseragam, rambutku tlah mereka hancurkan , menyita ragam cerita, jelas kali ku telah di redam.

Apakah Aku ada Di Mars Atau Mereka Mengundang Orang Mars. Penutup yang ocre. Nomor yang komplit. Ya ngedisko, ya happy-happy ala catatan Si Boy, ya tuit-tuit new wave, ya memang asyik buat ngedisko. Salut lah buat The Upstairs

Album

gue salut sama The Upstairs (buat Bos Jimi) yang, menurut gue, cukup cerdas dan cerdik menemukan formula musik ini. 80-an masih punya pesona. Roda yang di bawah bergulir ke atas setiap dua puluh tahun sekali. Namun The Upstairs bukan sekedar kunyah mentah mereka masukkan semangat indie. Letupan yang penuh spontanitas, kreatif dan bebas. Meski begitu, di beberapa tempat gue masih merasa ada permainan gitar, keyboard dan bass yang “nggak boleh salah”.

Lagu-lagu setelah pertengahan CD sebenarnya cukup menarik, tapi entah kenapa gue merasa energi itu nggak terlalu meledak. Mungkin karena kreativitas The Upstairs sedikit kendor. Atau, semangat untuk mulai sedikit kompromis. Menurut gue, itu bisa di atasi dengan mengatur ulang play list. Sehingga kejutan dan kenakalan itu masih bisa muncul di segmen-segmen penghujung album.

Sampul album ini, wow gue suka sekali.

Buat gue, ini album yang membangkitkan gairah, segar dan geboy

Note: Indie? Apakah kata ini masih punya makna kebebasan? Atau sekedar buzzword? Pada masanya band indie ingin pun didengar lebih luas dan airplay. Udara underground bisa jadi akan terlalu sumpek bagi kampanye ide-ide. Ini bukan jamannya meringkuk diam-diam sambil berkasak-kusuk. Ini jaman dimana semua ide bisa jadi selebritis. Tapi untuk mbikin antene radio butuh modal, honey. Hukumnya, sekeping modal harus berarti dua keping return. Maka, boleh dong indie berjabatan dengan investor? Apakah itu berarti kompromi? Pada akhirnya, kita harus win-win. Itu jauh lebih baik, ketimbang berdesak-desakan di garasi dan menggerutu penuh prasangka. Nakal tak sedikit tak apa, sepanjang tak ada laporan keuangan yang merah.

Tidak ada komentar: